Tak Sadar Bahayanya, Kental Manis Masih Menjadi Andalan Perempuan Tulang Punggung Keluarga

- 15 Mei 2023, 11:00 WIB
Tak Sadar Bahayanya, Kental Manis Masih Menjadi Andalan Perempuan Tulang Punggung Keluarga.
Tak Sadar Bahayanya, Kental Manis Masih Menjadi Andalan Perempuan Tulang Punggung Keluarga. /

Baca Juga: Ini Simbol Makan Sirih Pinang dalam Budaya Sumba yang Wajib Diketahui

Menurut Dokter Anak Rumah Sakit Permata Depok, Agnes Tri Harjaningrum, adanya rasa manis yang kuat pada kental manis justru membuat anak ketagihan dan tidak berselera untuk memakan makanan sehat lainnya. Hal tersebut, bertentangan dengan program pemerintah yang sedang menggaungkan pentingnya protein hewani untuk mencegah stunting.

"Hubungannya dengan stunting itu, mereka (kental manis) proteinnya rendah, gulanya tinggi itu kental manis. Itu membuat anak kenyang akhirnya dia tidak mau makan sayur dan lain-lain, hanya makan gula saja jadi kalorinya tinggi," katanya yang juga Ahli Gizi itu.

Menurut Agnes, menurunnya nafsu makan akibat konsumsi kental manis yang berlebihan, memberikan dampak secara bertahap pada anak. Pertama, anak akan mengalami defisiensi makronutrien.

Baca Juga: Sering Bawa Ponsel ke Toilet Saat Hendak Buang Air Besar, Yuk Simak Ini Bahayanya

Kemudian anak secara perlahan akan mengalami defisiensi mikronutrien atau kekurangan gizi mikro yang salah satunya adalah zink atau protein hewani yang bisa didapat dari ikan,telur, bahkan susu. Jika berat badan anak terus menurun, maka anak bisa terindikasi terkena stunting akibat kekurangan gizi kronis.

Isti dan Dewi hanya sedikit dari ribuan perempuan yang sulit menentukan pilihan. Di satu sisi, mereka adalah ibu yang harus menyediakan asupan gizi yang cukup untuk buah hatinya. Di sisi lain, mereka juga harus ikut membantu perekonomian keluarga. 

Sebagai pekerja, Isti dan Dewi semestinya mendapat perlindungan hukum untuk menjalankan peran mereka sebagai ibu, tanpa harus khawatir dengan ancaman pemecatan di tempat kerja. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dimana tertera durasi atas cuti melahirkan selama 3 bulan dan cuti menyusui selama 1,5 jam setiap hari selama 6 bulan setelah melahirkan. Namun, tidak semua perusahaan bersedia memenuhi hak-hak ini atau bahkan menyediakan fasilitas yang kurang memadai untuk buruh perempuan.

Halaman:

Editor: Yanto Tena


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah