Selain Air Terjun dan Danau, Inilah 8 Destinasi Wisata Budaya di Sumba yang Wajib Dikunjungi

28 Januari 2024, 06:45 WIB
Seorang peserta festival Pasola sambil memegang "aipahola" atau kayu pasola memacu kudanya dalam acara Festival Pasola Wanokaka, di Kecamatan Wanokaka, Kabupaten Sumba Barat, NTT, Selasa, 26 Februari 2019. /ANTARA FOTO/Kornelis Kaha/

SUMBA STORI - Liburan di Sumba menawarkan pengalaman bertualang di alam yang menakjubkan, serta kesempatan untuk merasakan budaya lokal yang unik dan khas. Sesuai untuk kamu yang menggemari perjalanan petualangan yang menantang.

Walaupun fasilitas dan infrastruktur masih sederhana, tidak menghalangi wisatawan untuk mengunjunginya. Terlebih pentingnya bagi turis asing, yang memang menikmati keindahan alam alami.

Ketika datang musim hujan, disarankan untuk menghindari pergi wisata ke Air Terjun maupun Danau.

Pilihlah terminal kedatangan di Bandara Lede Kalumbang, Kota Tambolaka, Sumba Barat Daya, sebagai opsi untuk menikmati keindahan budaya dan alam hijau di sekitarnya.

Pada saat curah hujan yang melimpah, bukit dan savana menjadi hijau yang menyegarkan bagi mata.

Di antara bulan Oktober hingga Maret, terjadi musim hujan dan dalam periode ini, beragam pesta budaya digelar.

Jangan sampai lupa untuk membawa pakaian yang bisa membuatmu tetap hangat dan tebal. Pastikan juga untuk selalu membawa jaket yang tahan air atau jas hujan ketika kamu pergi ke mana pun.

Berikut beberapa tempat wisata budaya yang dapat kamu kunjungi untuk memanjakan mata di Pulau Sumba ketika musim hujan tiba, di antaranya:

1) Kampung Adat Ratenggaro

Kampung tradisional Ratenggaro merupakan yang paling terkenal di Pulau Sumba. Kampung yang berada di Desa Umbu Ngedo di Kabupaten Sumba Barat Daya memiliki rumah adat yang memiliki atap yang berbeda tingginya.

Bergantung pada tinggi atap rumah, dapat mencerminkan status sosial seseorang yang mencukupi. Selain itu, Kampung Adat Ratenggaro juga memiliki kuburan batu dari zaman Megalitikum yang disusun dengan rapi di sekitar kampung tersebut.

Masyarakat Ratenggaro memiliki komitmen yang kuat dalam menjalankan adat dan tradisi nenek moyang mereka, di antaranya adalah melarang wisatawan menggunakan kain tenun dari desa lain ketika mengunjungi mereka.

Selain itu, yang menarik lagi, desa ini berada di tepi pantai dan hanya membutuhkan waktu 5 menit untuk mencapai Pantai Ratenggaro. Apabila kondisi cuaca sedang cerah, Kamu dapat menghabiskan waktu di pantai untuk bermain air dan menikmati keindahannya setelah berjalan-jalan di sekitar desa.

2) Kampung Tarung

Kampung Tarung terletak di, Kecamatan Kota Waikabubak, tidak terlalu jauh dari pusat kota. Meskipun terletak di daerah dataran tinggi, namun akses ke kampung ini sangatlah mudah. Rumah-rumah warga masih mengusung gaya tradisional dan mengarah ke arah barat serta timur.

Menariknya, setiap rumah memiliki hiasan-hiasan seperti tanduk kerbau dan rahang babi yang digantung sebagai simbol status pemilik rumah. Jumlah tanduk yang ada mencerminkan jumlah acara yang telah diadakan, semakin tinggi pula posisi sosial tuan rumah.

Kamu juga memiliki kesempatan untuk mengamati dengan detail sisa-sisa zaman Megalitikum yang dijaga dengan baik, seperti makam batu yang dilengkapi dengan patung, monumen batu, dan batu tegak.

Masyarakat lokal di Kampung Tarung sangat bersahabat, mereka dengan gembira akan mengungkapkan setiap detail cerita di desa ini.

3) Kampung Adat Praijing

Salah satu tujuan wisata yang terkenal di Sumba Barat adalah Kampung Praijing, sebuah kampung adat yang terkenal. Terletak di Desa Desbara, Waikabubak, kampung ini hanya berjarak 4 kilometer dari Kampung Tarung, sehingga kamu dapat singgah sekaligus jika belum merasa lelah.

Di Kampung Praijing, terdapat area pemandangan yang memungkinkan pengunjung untuk melihat dan mengambil foto seluruh kampung dengan latar belakang bukit yang dipisahkan oleh sebuah jalan.

4) Kampung Adat Praigoli

Kampung adat Praigoli merupakan tempat tinggal dari suku Praigoli, sebuah kelompok masyarakat asli Sumba yang tinggal di pedalaman wilayah Kecamatan Wanokaka. Tempat kampung adat ini terletak cukup jauh dari pusat kota, sehingga para pengunjung harus melewati perjalanan yang cukup lama.

Suku Praigoli dengan teguh menjaga dan melestarikan tradisi serta budaya mereka tanpa terpengaruh oleh perkembangan zaman. Termasuk pekerjaan yang sepenuhnya bergantung pada sumber daya alam.

5) Kampung Adat Bodo Ede

Kampung Adat Bodo Ede berlokasi dekat Kota Waikabubak, tepatnya di wilayah Kecamatan Loli. Kampung ini sering disebut sebagai Tadulla Bodo Ede Takoula Kadu Watu, yang mengacu pada letak batu berbentuk manusia dengan tanduk di sini.

Dapat diartikan juga sebagai lokasi pengawasan yang terletak di ketinggian. Kawasan Bodo Ede dihuni oleh suku Wee Bole, yang mayoritas berprofesi sebagai penenun atau petani yang dipimpin oleh seorang Moto Lele.

Jika kamu datang ke tempat ini, kamu akan menemukan sebuah bangunan tradisional yang terbuat dari kayu dan bambu, yang menjadi bukti bahwa masyarakat di sini masih memelihara tradisi tersebut.

6) Taman Nasional Manupeu Tanah Daru

Taman wisata Sumba yang satu ini adalah hasil dari penggabungan beberapa hutan, seperti Hutan Lindung Manupeu dengan luas 9.500 hektar dan Cagar Alam Langgaliru dengan luas 24.750 hektar.

Lalu, terdapat Hutan Produksi Terbatas Praingpalindi-Tanadaru dengan luas 10.534 hektar dan Hutan Lindung Tanadaru-Praimamongutidas dengan luas 43.750 hektar.

Taman Nasional memiliki luas total sekitar 88 ribu ha, dan berlokasi di tiga kabupaten yaitu Sumba Barat, Sumba Tengah, dan Sumba Timur. 

Dengan ketinggian sekitar 600 meter di atas permukaan laut, taman ini menjadi tempat tinggal bagi tumbuhan dan hewan yang hanya dapat ditemukan di Pulau Sumba. Sebagai contoh, beberapa jenis tumbuhan seperti cemara gunung, kesambi, dan kemiri, serta beberapa jenis burung seperti punai Sumba, sikatan Sumba, dan madu Sumba.

Saat mengunjungi taman ini, kamu juga berkesempatan untuk menikmati keindahan alam. Salah satu hal yang bisa dinikmati adalah memperhatikan pemandangan luas dari lapangan hijau di tanah savana, yang diperindah dengan keberadaan alang-alang di beberapa tempat.

Di sini terlihat adanya kelompok kuda yang sedang berlarian atau makan rumput. 

Lokasi wisata lain yang dapat dikunjungi adalah Goa Kanawabulung, yang terletak di desa Kambata Wundut. Di sana, pengunjung dapat menikmati keindahan stalaktit dan panorama alam yang menakjubkan.

Selain terdapat dataran luas yang tandus serta gua-gua, terdapat juga dua curahan air alami yang terletak di daerah ini. Curahan air pertama adalah Air Terjun Lapopu, sedangkan curahan air kedua adalah Air Terjun Matayangu. Sayangnya, air terjun ini cenderung keruh saat musim hujan sehingga kurang disarankan untuk mengunjunginya.

7) Festival Wulla Poddu

Festival Wulla Poddu (Bulan Pahit) diselenggarakan dari awal Oktober hingga akhir November, oleh hampir semua desa adat di Sumba Barat.

Proses dimulai pada pagi hari dengan mengisahkan cerita leluhur nenek moyang orang Sumba. Setelah itu, pusaka tombak tradisional diangkat oleh orang-orang terpilih di atas batu kubur kuno, dan penari-penari tampil dengan mengayunkan tombak dan parang.

Acara berlanjut dengan kegiatan berburu babi hutan, di mana keberhasilan panen ditentukan oleh hasil buruan pertama. Salah satu acara lainnya adalah upacara sunatan yang dilakukan untuk remaja laki-laki.

Beberapa hari kemudian, para remaja tersebut dipisahkan dari kehidupan sehari-hari dan disendikan ke alam liar sebagai langkah untuk membantu mereka mengembangkan kemandirian dan pertumbuhan menuju kedewasaan. Saat hari festival mendekati akhir, pada saat matahari terbenam, orang tua adat menyampaikan puisi tentang sang pencipta, dunia serta umat manusia.

8) Festival Pasola

Pada bulan Februari atau Maret, terdapat festival Pasola yang sudah menjadi acara yang familiar bagi wisatawan dari luar negeri dan juga penduduk setempat.

Setiap tahun, lokasi festival ini berbeda-beda di Kabupaten di Sumba Barat dan Sumba Barat Daya sehingga tidak ada tempat tetap untuk festival ini.

Festival Pasola adalah sebuah acara tradisional yang melibatkan pertempuran antara dua kampung menggunakan kuda dan senjata kayu tumpul.

Pada festival ini, terdapat pertunjukan keahlian yang memperlombakan pertarungan, semakin banyak cedera yang dialami ksatria saat Pasola, diyakini akan membawa hasil panen yang melimpah.

Pasola merupakan perayaan yang menjadi klimaks dari serangkaian tradisi Nate atau Nyale. Tradisi ini dilakukan oleh masyarakat yang menjalankan kepercayaan Marapu, yang merupakan agama yang diyakini oleh masyarakat asli Sumba. Pada perayaan ini, masyarakat melakukan pemujaan dan memberikan persembahan kepada Marapu.

Nah, melihat beberapa desa adat di Sumba, setiap desa tersebut memiliki karakteristiknya sendiri. Mungkin minatmu semakin tumbuh untuk mengunjungi Sumba sebagai tujuan liburan?***

Editor: Yanto Tena

Tags

Terkini

Terpopuler