Tak Sadar Bahayanya, Kental Manis Masih Menjadi Andalan Perempuan Tulang Punggung Keluarga

- 15 Mei 2023, 11:00 WIB
Tak Sadar Bahayanya, Kental Manis Masih Menjadi Andalan Perempuan Tulang Punggung Keluarga.
Tak Sadar Bahayanya, Kental Manis Masih Menjadi Andalan Perempuan Tulang Punggung Keluarga. /

SUMBA STORI - Isti (30), seorang buruh di Jakarta Barat sempat mengalami kesulitan menyusui sang buah hati karena jam kerjanya yang sangat ketat.

Alhasil, buruh di pabrik arang ini akhirnya memberikan susu tambahan sejak usia bayi sang anak. Isti memilih memberikan susu kental manis sebagai asupan anaknya di saat ia harus bekerja.

“Kan memang itu (kental manis) susu, saya taunya itu susu, jadi saya kasih sejak masa cuti saya habis,” jelas Isti. 

Baca Juga: Bergabung di Shopee Affiliate Program, Tasya Farasya Raup Keuntungan Hingga Ratusan Juta Lewat Spill Produk

Isti menjelaskan, ia bekerja mulai dari jam 8 pagi hingga pukul 5 sore.

“Saya selalu mengusahakan sebelum berangkat menyiapkan makanan, tapi selama saya nggak di rumah, yang paling praktis kasih susu kental manis, toh sama-sama susu,” beber Isti. 

Tak berbeda dengan Isti, Dewi seorang pembantu rumah tangga harian yang bekerja 5 jam perhari juga mengaku memberikan kental manis untuk dua orang buah hatinya yang saat ini sudah berusia 3 dan 5 tahun.

Baca Juga: Cuaca Ekstrem Panasnya Bikin Pusing, Ini Bahaya Gak Pakai Sunscreen

“Anak yang gede full ASI sampai 1 tahun, karena waktu itu saya nggak kerja. Setelah ASI, sambung susu, maunya dia susu kaleng. Karena awalnya tetangga jual pakai es, jadinya doyan dia,” ungkap Dewi.

Waktu itu, Dewi mengaku tidak tahu bahwa kental manis bukan susu yang baik bila diminum oleh anak. Hingga sekitar 2 tahun yang lalu, ia mendengar bahwa kental manis berbahaya untuk anak, ia mencoba menghentikan asupan susu untuk sang buah hati.

“Mau diberhentiin anaknya g mau, malah nangis kejer. Jadi ya sampai sekarang masih,” jawab perempuan 40 tahun itu. 

Baca Juga: Waduh Muncul Lagi Modus Penipuan Tawaran Kerja Online Terbaru, Jangan Percaya!

Sayangnya, kebiasaan minum kental manis sang kakak kini juga mulai diikuti oleh adiknya.

“Yang kecil sekarang juga ikutan minum. Mau di stop, cuma sekarang saya juga harus kerja. Kalau pagi sampai siang anak dijagain suami, kata suami biarin dah kasih kental manis daripada rewel,” jawab Dewi pasrah. 

Sebagaimana diketahui, susu kental manis telah sejak lama dilarang dijadikan asupan gizi untuk bayi dan balita. Sebab, kandungan gulanya yang tinggi, sementara kandungan gizinya minim membuat jenis susu ini justru beresiko menyebabkan gangguan kesehatan untuk anak, terutama balita. 

Baca Juga: Ini Simbol Makan Sirih Pinang dalam Budaya Sumba yang Wajib Diketahui

Menurut Dokter Anak Rumah Sakit Permata Depok, Agnes Tri Harjaningrum, adanya rasa manis yang kuat pada kental manis justru membuat anak ketagihan dan tidak berselera untuk memakan makanan sehat lainnya. Hal tersebut, bertentangan dengan program pemerintah yang sedang menggaungkan pentingnya protein hewani untuk mencegah stunting.

"Hubungannya dengan stunting itu, mereka (kental manis) proteinnya rendah, gulanya tinggi itu kental manis. Itu membuat anak kenyang akhirnya dia tidak mau makan sayur dan lain-lain, hanya makan gula saja jadi kalorinya tinggi," katanya yang juga Ahli Gizi itu.

Menurut Agnes, menurunnya nafsu makan akibat konsumsi kental manis yang berlebihan, memberikan dampak secara bertahap pada anak. Pertama, anak akan mengalami defisiensi makronutrien.

Baca Juga: Sering Bawa Ponsel ke Toilet Saat Hendak Buang Air Besar, Yuk Simak Ini Bahayanya

Kemudian anak secara perlahan akan mengalami defisiensi mikronutrien atau kekurangan gizi mikro yang salah satunya adalah zink atau protein hewani yang bisa didapat dari ikan,telur, bahkan susu. Jika berat badan anak terus menurun, maka anak bisa terindikasi terkena stunting akibat kekurangan gizi kronis.

Isti dan Dewi hanya sedikit dari ribuan perempuan yang sulit menentukan pilihan. Di satu sisi, mereka adalah ibu yang harus menyediakan asupan gizi yang cukup untuk buah hatinya. Di sisi lain, mereka juga harus ikut membantu perekonomian keluarga. 

Sebagai pekerja, Isti dan Dewi semestinya mendapat perlindungan hukum untuk menjalankan peran mereka sebagai ibu, tanpa harus khawatir dengan ancaman pemecatan di tempat kerja. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dimana tertera durasi atas cuti melahirkan selama 3 bulan dan cuti menyusui selama 1,5 jam setiap hari selama 6 bulan setelah melahirkan. Namun, tidak semua perusahaan bersedia memenuhi hak-hak ini atau bahkan menyediakan fasilitas yang kurang memadai untuk buruh perempuan.

Baca Juga: Ini Simbol Parang Sumba yang Wajib Diketahui

Buruh perempuan seringkali menghadapi tantangan dalam menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan tugas-tugas rumah tangga, terutama ketika mereka memiliki bayi yang masih menyusui. Di sisi lain, kesempatan untuk menyusui anak adalah hak asasi setiap ibu dan merupakan bagian penting dalam memberikan nutrisi yang tepat dan optimal bagi bayi.

Koordinator Dewan Buruh Nasional Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos mengatakan hak-hak para buruh perempuan sudah seharusnya diperhatikan oleh para pemangku kekuasaan baik perusahaan maupun pemerintah.

“Saya tidak tahu bagaimana fungsi dari dinas-dinas setempat termasuk Kementerian Ketenagakerjaan sebenarnya melakukan, karena mereka sebagai pembuat kebijakan dan pengawas sudah seharusnya menjadi penegak hukum,” ujar Nining.

Baca Juga: Mengenal Sealand, Negara Terkecil di Dunia, Penduduk Hanya 50 Orang?

Mantan Ketua Umum KASBI ini melanjutkan, pemerintah merupakan penegak hukum, namun seringkali penegakannya tidak terealisasikan.

“Seringkali ada satu kebijakan yang sedikit memberikan hak buruh, tapi tidak penegakannya. Jadi hukum itu juga hanya sebatas formalitas gitu ya,” jelasnya.

Sebagai contoh, hal ini terjadi saat Kementerian Kesehatan meluncurkan program Pojok ASI, dimana penyediaan pojok laktasi di tempat-tempat umum dan perkantoran, termasuk puskesmas dan rumah sakit, yang diwajibkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012. 

Baca Juga: Ini Daftar Nama Guru di 5 Provinsi Yang akan Segera Menerima SK PPPK 2023

Namun banyak yang belum menyediakannya karena berbagai alasan, misalnya pengeluaran biaya lebih untuk membangunnya atau berkurangnya waktu untuk bekerja bagi karyawati yang menyusui atau memerah ASI di kantor.

Nining menjelaskan, sejak dikeluarkannya peraturan tersebut, masih sedikit kantor dan tempat umum yang menyediakan pojok laktasi. Dari yang telah menyediakannya pun, hanya segelintir di antaranya yang membuat pojok itu menjadi nyaman dan sangat memperhatikan privasi ibu menyusui.***

Simak berita terupdate lainnya di Sumba Stori dengan KLIK DI SINI.

Editor: Yanto Tena


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah