Demi Keselamatan Anak, Save the Children Desak Pemerintah Prioritaskan Isu Kesehatan Mental Orangtua

- 7 Mei 2023, 06:00 WIB
Satu dari empat anak tinggal bersama orang tua yang memiliki kondisi mental yang serius (Data WHO 2021). Sumba Stori/Save the Children Indonesia
Satu dari empat anak tinggal bersama orang tua yang memiliki kondisi mental yang serius (Data WHO 2021). Sumba Stori/Save the Children Indonesia /Beny Diktus/Sumba Stori/

SUMBA STORI - Save the Children Indonesia menyoroti isu kesehatan mental orangtua dalam kasus-kasus pembunuhan yang satu minggu terakhir ini diberitakan.

Dari kasus-kasus tersebut, orangtua merupakan pelaku kejahatan di mana seharusnya orangtua menjadi orang terdekat yang melindungi anak dan yang paling dipercaya oleh anak.

Tak jarang salah satu alasan utama pembunuhan karena faktor kemiskinan, ketidaksanggupan memberikan pengasuhan, dan paling buruk adalah anggapan orangtua bahwa membunuh untuk menyelamatkan anak.

Baca Juga: 249 Siswa SMK Pancasila Tambolaka Dinyatakan Lulus, Si Cantik dari Asisten Keperawatan dapat Medali Emas

“Kasus pembunuhan anak yang belakangan terjadi menunjukkan betapa pentingnya semua pihak memberi perhatian pada isu kesehatan mental orang tua. Kondisi kesehatan mental pada orang tua dapat berdampak besar pada anak-anak yang diasuhnya, dan memengaruhi perilaku serta kesejahteraan mereka. Oleh karena itu, Save the Children Indonesia mendesak Pemerintah untuk memprioritaskan isu kesehatan mental orang tua dalam berbagai bentuk kegiatan secara nyata dan meningkatkan akses, maupun kualitas layanan kesehatan mental bagi masyarakat, khususnya orang tua,” tegas Chief of Advocacy, Campaign, Communication & Media  Save the Children Indonesia, Troy Pantouw.

Beberapa Studi terkait Kekerasan pada Anak dan Kesehatan Mental membuktikan bahwa orangtua yang semasa kecilnya mengalami kekerasan dalam pengasuhan memiliki potensi untuk melakukan pengulangan dalam pengasuhan dengan kekerasan pada anaknya, bahkan berpotensi memiliki ganguan kesehatan mental saat ia dewasa terutama ketika tidak pernah mendapatkan bantuan layanan professional.

Data World Health Organization 2021 menjelaskan, 10-20% anak dan remaja di seluruh dunia mengalami kondisi permasalahan terkait kesehatan mental, 50% di antaranya dimulai sejak usia 14 tahun dan 75% dimulai pada usia pertengahan 20-an.

 Baca Juga: Berikut Jumlah Rumah Terdampak Banjir di Sumba Barat Berdasarkan Kelurahan atau Desa

Selain itu, satu dari empat anak saat ini tinggal bersama orang tua yang memiliki kondisi mental yang serius. Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya layanan MHPSS (Mental Health and Psychosocial Support / Kesehatan Mental dan Dukungan Psikososial) bagi orang tua dapat berdampak serius pada perlindungan, kesehatan, dan kesejahteraan anak.

Kondisi psikologis orang tua yang rentan juga dapat meningkatkan risiko kekerasan antar pasangan, kekerasan terhadap anak, dan kurangnya kemampuan orang tua dalam mendidik anak.

Oleh karena itu, perlu adanya perhatian khusus dari pemerintah dalam meningkatkan layanan Kesehatan mental dan dukungan psikososial untuk orang tua guna mencegah terjadinya kasus kekerasan dan memastikan kesejahteraan anak.

 Baca Juga: Inilah Fasilitas Umum yang Terdampak Banjir di Sumba Barat

Selain itu, Save the Children Indonesia juga meminta masyarakat untuk menghentikan stigma dan persepsi terhadap masalah kesehatan mental.

Menurut Save the Childre Indonesia, kesehatan mental bukanlah hal yang tabu dan diabaikan, namun justru perlu dimintakan bantuan dan didukung agar mengalami pemulihan sehingga bagi orang tua yang mengalaminya akan merasa lebih nyaman dan terbuka untuk mencari serta menerima bantuan dalam mengatasi isu kesehatan mental mereka.

Troy mengatakan, melalui dari para ahli Save the Children Indonesia melalui program MHPSS / Kesehatan Mental dan Layanan Dukungan Psikososial yang diimplementasikan di Jakarta dan Jawa Barat membuktikan bahwa kondisi mental yang sehat dari orangtua, pengasuh utama dan orang–orang terdekat dengan anak akan membantu membangun hubungan yang baik, aman dan hangat.

 Baca Juga: Ini Simbol Parang Sumba yang Wajib Diketahui

Hal ini juga membantu perkembangan mental anak dan mencapai hasil pendidikan yang lebih baik.

“Pas masuk sekolah lagi, saya kaget, capek karena jadwal sekolahnya lama jadinya sering sedih, marah sama mamah. Terus di sekolah diajarin pernafasan bunga dan lilin, saya jadi tenang. Di rumah juga praktikin bareng sama mamah,” tuturnya.***

Simak berita terupdate lainnya di Sumba Stori dengan KLIK DI SINI

Editor: Beny Diktus


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah